Jumat, 04 Oktober 2013
Sekedar Sesal
Aku tulis namanya , aku gambar wajahnya , seorang wanita sempurna , menawan , dan penuh senyum keceriaan . Senang ketika aku dekat dengannya . Sesal ketika aku salah memaknai sebuah arti . Sesal ini dalam . Ketika aku harus mengingat suatu hal yang dekat pupus tak berangan . Ini bukan masalah aku , dia , dan keadaan . Tapi ini masalah hati yang tak mengerti arti dari sebuah perasaan . Aku menyesal . Mengapa pada saat itu aku tak beranjak . Beranjak dari suara yang meragukanku . Dan sekarang semua telah berubah . Dia tak sedekat dahulu . Sedekat burung merpati bersama pasangannya . Tapi dia sudah menjauh bagai pasir merindukan bulan . Andai aku diberi kesempatan kedua , aku janji akan memperbaiki semua keadaan yang tersesal . Keadaan yang meresahkanku . Keadaan yang menagih janji akan sebuah penyesalan . Hanya saja , kesempatan itu hanya angan harapanku . Hanya nyata yang tertidur . Dan aku menyesal menyia-nyia kesempatan dahulu .
Senin, 29 Juli 2013
SEBUAH TANYA
“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
Selasa, 1 April 1969
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
Selasa, 1 April 1969
Langganan:
Postingan (Atom)